1. Hiap Chuan

    www.steel.sg/Steel-Stockist
    We Provide Wide Range Of Steel
    Products. Call +65 6862 2421 Now!

26 Oktober 2008

Sumber Protein Yang Berdenyut-denyut!

Anugrah yang luar yang diberikan oleh Alloh SWT
Archive for the ‘Wisata Kuliner’ Category
Pages (12): 1 2 3 4 » ... Last »
Ulat Sagu: Sumber Protein Yang Berdenyut-denyut!
Author: admin - 428 views
Ulat sagu
Ini cerita tentang salah satu sumber protein yang sangat baik, terlepas dari rupanya, untuk kita. Nama latinnya Rhynchophorus ferruginenus atau lebih dikenal sebagai ‘ulat sagu‘. Ulat ini adalah larva dari kumbang merah kelapa. Sebagai sumber protein ulat sagu bisa dijadikan bahan subsitusi pakan ternak atau juga lauk bergizi yang bebas kolesterol. Kandungan protein ulat sagu sekitar 9,34%, sedangkan pakan berbahan utama ulat sagu sekitar 27,77%. Selain kandungan protein yang cukup tinggi, ulat sagu juga mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84%), asam glutamat (2,72%), tirosin (1,87%), lisin (1,97%), dan methionin (1,07%).

Ulat ini hidup di batang sagu yang membusuk. Biasanya ia akan muncul pada batang pohon yang telah selesai dipangkur. Membusuknya batang pohon akan memancing kedatangan kawanan kumbang untuk bertelur di sana. Nah, ulat yang berasal dari telur yang menetas itulah yang akan menjadi santapan lezat orang Kamoro, Papua.

Setiap perempuan Suku Kamoro diwajibkan mencari sagu setiap hari. Sagu tetap menjadi pilihan utama makanan pokok masyarakat ini meski mereka telah mengenal beras. Pada sagu yang berbentuk lontong, sebelum dimasak harus dibelah terlebih dahulu untuk memasukkan ulat sagu sebagai isinya. Selain terasa lezat, masyarakat Kamoro juga meyakini ulat sagu bisa menjadi makanan suplemen untuk kesehatan mereka. Proteinnya yang tinggi serta tidak mengandung kolesterol dan lemak dapat menjadi penambah tenaga.

Orang Kamoro meyakini ulat sagu, yang dalam bahasa setempat disebut ‘koo‘, mengandung banyak vitamin. Semakin banyak menyantap ulat sagu, akan semakin sehat dan besar serta perkasa pula tubuh mereka.

Ulat sagu ini juga dapat dimakan dengan cara dibakar. Ulat sagu itu ditusuk seperti satai lalu dipanggang, atau dimasukkan ke dalam bola sagu yang kemudian dibakar sekitar setengah jam hingga ulat matang di dalamnya. Hidangan yang disebut ‘manggia‘ ini ternyata sungguh lezat. Tubuh ulat sagu yang melumer meninggalkan rasa gurih nan legit di lidah. Sedangkan bagian kepalanya yang renyah mengingatkan kita pada rasa kulit ari jagung yang terbakar saat dibuat berondong (pop corn).

Selain dibakar, ulat ini pun nikmat dibuat sambal ulat sagu yang pedas dan asam menyegarkan. Bahkan, kalau suka, dimakan mentah atau hidup-hidup pun jadi!

Bentuknya sangat lucu. Badannya gendut berwarna putih, sedangkan kepalanya berwarna coklat tua mengilap. Kalau berjalan, terlihat seperti sedang menari perut. Menurut mereka yang pernah mencicipinya, setelah digigit di dalam mulut, mengalir juice dari dalam ulat yang terasa manis dan kulitnya yang renyah. Rasanya mirip dengan buah lengkeng dan tekstur kulitnya mirip dengan buah leci atau rambutan.
Masyarakat pribumi di Sarawak dan Sabah menyebutnya sebagai ulat mulung. Di Pasar Tamu Serian, ulat mulung ini dijual seharga 20 sen seekor atau RM30 sekilogram.

Di Kabanjahe, Sumatera Utara, ulat sagu disebut ‘kidu’. Bondan Winarno dan William Wongso termasuk yang pernah mencicipi kidu. Menurut Bondan, rasanya seperti santan, gurih. Di daerah Blora, ada tempat makan yang menyajikan menu “cah kangkung ulat sagu”. Rasanya pedas dan gurih. Di Tanah Grogot, Kalimantan Timur, ulat sagu diolah menjadi ‘gulai ulat sagu’. Ulat sagunya gemuk-gemuk dan besar.

Penasaran pingin nyoba? Di Bandung juga ada kok. ”Ulat sagu goreng kering”, di lapo/RM Medan, jl. Siliwangi. Satu porsi Rp. 47.000, isi 8 ekor ulat. Katanya sih, rasanya gurih seperti ayam goreng dibalut tepung.

Sejujurnya, saya sukar membayangkan rasa hewan berwarna putih yang tubuhnya seperti tak henti berdenyut itu. Apalagi bila harus menyantapnya hidup-hidup seperti kebiasaan orang Kamoro!

temanmakan.com
# 0 Comments
# Filed under: Wisata Kuliner


Iklan Jual - Beli Handphone/PDA Gratis !
Ads by resep.web.id Informasi pasang iklan

Kawasan Wisata Kuliner Perlu Dibangun
Author: admin - 304 views

31 Mar

AddThis Social Bookmark Button apply.web.id Lintas Beritakan

Download Ebook Gratis Disini!
Ads by resep.web.id Informasi pasang iklan

Dirjen Pemasaran Depbudpar Sapta Nirwandar mendorong pemkot DKI Jakarta dan pengusaha untuk membuat kawasan wisata kuliner khusus sehingga wisman dan wisnus dapat mencicipi berbagai macam masakan sekaligus.

“Kalau di Singapura ada Clark Quay, di Jakarta misalnya di kawasan kota lama mungkin bisa disiapkan satu area dimana orang bisa makan malam dengan suasana yang nyaman dan kualitas makanan serta penyajian yang baik dengan standar internasional,” ujarnya.

Dia berbicara seusai membuka acara peluncuran buku The Jakarta Good Food Guide (JGFD) karya Laksmi Pamuntjak di Ak’sara, Kemang, Jakarta Selatan.

Sapta mengatakan tayangan wisata kuliner yang marak di televisi mendorong masyarakat mengenal masakan daerah. “Acara Bondan Winarno, pakar kuliner William Wongso dan kompetisi yang kerap ditayangkan di TV ikut mempromosikan daerah sebagai tujuan wisata kuliner.”

Menurut dia, jika berbagai pihak terkait serius menggarap wisata kuliner ini maka berbagai makanan daerah bisa tetap dilestarikan seperti nasi pandan dan jenis masakan lain yang belum akrab di tengah masyarakat.

“Sayur asem Indonesia juga tidak kalah dengan Tom Yam dari Thailand. Supaya makanan Indonesia mendunia, saya minta berbagai pihak terkait memanfaatkan Internet dan memasukan jenis-jenis masakan Indonesia sebagai open source yang bisa di download gratis,” katanya.

Menyinggung peluncuran buku JGFG, pihaknya berharap sebagian isinya bisa juga dibaca lewat Internet sehingga potensi kuliner ini juga menjadi daya tarik wisata Indonesia. Apalagi, kata Sapta, JGFG adalah buku panduan restoran pertama di Indonesia yang independen.

Kehadiran buku ini tidak disponsori restoran dan hotel di Jakarta ataupun industri makanan, tapi penulisnya membayar penuh di setiap tempat yang dikunjungi tanpa memberitahukan kedatangannya pada pihak restoran.

Laksmi Pamuntjak, penulis buku itu, mengaku awalnya dia frustasi tidak ada panduan makanan di Jakarta yang independen, komprehensif dan deskriptif akhirnya lahirlah buku pertama tahun 2001 dan laku 13.000 eksemplar.

Edisi JGFG berikutnya tahun 2002/2003 juga laku 10.000 eksemplar malah Laksmi mendapat penghargaan Editorial Merit dalam International Graphic Design Award ke 10 Majalah HOW USA.

“Buku edisi 2008/2009 memuat 440 restoran termasuk tempat makan pinggir jalan dan kaki lima. Buku ini disponsori Depbudpar dan Mandiri Prioritas,” kata Laksmi.

Dia yakin potensi kuliner Indonesia mampu menjaring kunjungan wisatawan mancanegara. Oleh karena itu pihaknya mendukung pula diselenggarakannya kompetisi kuliner internasional.
oleh : Hilda Sabri Sulistyo

Bisnis.com

Tidak ada komentar: